
JATENG MEMANGGIL- Pelataran Sastra Kaliwungu bersama Kendal Heritage dan Teater Atmosfer melakukan kajian dan upaya konservasi beberapa manuskrip yang menceritakan tentang Tumenggung Hadinagoro (Bupati Kaliwungu Terakhir) di Medan Perang 1808—1830.
“Manuskrip Tumenggung Hadinagoro ini telah dikaji dan diteliti oleh Galih Setyo Aji, Dewi Prihatini Maghfiroh dan M Lukluk Atsmara Anjaina. Bahkan, manuskrip tersebut sudah tersedia dalam bentuk buku Alih Media dan Konservasi Naskah yang diterbitkan oleh Penerbit Pelataran Sastra Kaliwungu,” kata Galih Setyo, melalui pres rilisnya secara tertulis, Selasa (28/01/2024).
Kajian itu berlangsung dalam acara Refleksi 100 Tahun Manuskrip Tumenggung Hadinagoro (Bupati Kaliwungu Terakhir) di Medan Perang 1808—1830 yang berlangsung di Perpustakaan Daerah Kabupaten Kendal pada tanggal 5 Januari 2025.
Dalam kesempatan itu, Galih bersama Pelataran Sastra Kaliwungu bersama Kendal Heritage dan Teater Atmosfer melakukan kajian beberapa manuskrip tentang Tumenggung Hadinagoro.
Dalam kesempatan itu Galih memaparkan, tidak banyak referensi yang menyebutkan mengenai Bupati Kaliwungu, disamping catatan mengenai Bupati Kendal yang terdapat di Arsip Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal.
“Salah satu referensi mengenai Tumenggung Hadinagoro ditulis oleh Pririodihardjo seorang Medono Distric Samboeng pada tanggal 5 Januari 1925. Catatan itu termuat dalam Manuskrip berjudul Verslag Tumenggung Hadinagoro di Medan Perang Tahun 1808—1830 yang saat ini disimpan oleh Galih Setyo Aji,” tandasnya.
Galih mengaku, awal mula ditemukannya manuskrip tersebut, pada awalnya ia melihat sebuah postingan di Facebook yang mengunggah potongan isi manuskrip mengenai Kaliwungu berada di Kabupaten Purworejo.
“Melihat postingan tersebut, saya dan teman-teman di Pelataran Sastra Kaliwungu tergerak untuk mengakuisisi dan membawanya ke Kabupaten Kendal karena berisi informasi penting sejarah Kabupaten Kendal di dalamnya.” Ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, mengenai isi dalam catatan penting yang sangat lagka dan otentik tersebut. “Manuskrip tersebut berisikan kronik tugas Tumenggung Hadinagoro yang memulai tugas sebagai Mantri Anom Semarang pada usia 20 tahun dan diangkat menjadi Bupati Kaliwungu tahun 1808-1811,” paparnya.
Lebih lanjut Galih menyampaikan, setelah Pemerintahan Inggris selesai, tahun 1814 Tumenggung Hadinagoro diangkat menjadi Demang Limbangan hingga tahun 1825.
“Kemudian setelah itu diperintah oleh Asisten Residen Kendal, Tuan Olemberg dan Raden Adipati Kendal, untuk menumpas pemberontakan di wilayah Selokaton, Parakan, Wonosobo hingga Magelang.” Jelasnya.
Dikatakan, manuskrip berbahasa Javindo tersebut juga telah dipentaskan dalam bentuk Pertunjukan Drama Musikal pada tanggal 6 September 2024 lalu, di Alun-Alun Kaliwungu dalam kegiatan Gelar Budaya daan Pementasan Teater Tumenggung Hadinagoro di Medan Perang Tahun 1808—1830.
Sementara, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Kendal, Wahyu sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh komunitas Pelataran Satra Kaliwungu, Kendal Heritage, dan Teater Atmosfer dalam upaya konservasi manuskrip tersebut.
“upaya yang dilakukan oleh Mas Galih dan teman-teman Pelataran Sastra Kaliwungu tersebut merupakan upaya yang sangat luar biasa karena pertama kalinya dilakukan di Kabupaten Kendal,” katanya.
Wahyu juga mengajak kepada masyarakat yang memiliki manuskrip dan naskah kuno untuk dilaporakan kepada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Kendal untuk dilakukan pendataan.
“Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Kendal memiliki program pendataan dan pelestarian naskah kuno Nusantara, monggo ke depan naskah ini bisa didaftarkan, nantinya kepemilikan tetap kepada pemilik naskah,” tuturnya.
Sementara, pemantik lainnya yakni, Akhmad Sofyan Hadi yang juga Sutradara Pertunjukan Teater Tumenggung Hadinagoro mengungkapkan, proses produksi selama menggarap naskah Tumenggung Hadinagoro yang cukup panjang dan hati-hati.
“Proses produksi pementasan teater terbilang lama dikarenakan ada riset yang mendalam sehingga perlu dipahami betul makna dan isinya. Ada beberapa kronik yang terkadang tidak dapat dipentaskan karena adanya hal-hal yang belum dapat dipahami masyarakat umum,” pungkasnya.