JATENG MEMANGGIL – Meningkatnya peredaran berita hoaks di tengah masyarakat menjelang Pemilu 2024, perlu dimbangi dengan penambahan literasi digital untuk merespons banyaknya informasi di media sosial. Karena itu jika menjumpai berita atau pesan hoaks, disarankan untuk tidak diteruskan.
Pesan penting tersebut dikatakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jepara Budi Santoso, pada pertemuan penggiat media sosial, di salah satu kafe di Desa Ngabul, Kecamatan Tahunan, Minggu (7/5/2023).
“Selalu berpikir kritis, mengecek kebenaran lewat portal layanan konfirmasi, atau bisa menyandingkan dengan produk dari media-media mainstream,” ujarnya dihadapan para wartawan.
Budi mengakui, mudahnya seorang menjadi pengabar informasi jika tak diimbangi kemampuan yang mumpuni, tentu menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya hoaks.
Hal senada dikatakan Komisioner KPU Kabupaten Jepara, Ris Andy Kusuma. Ia pun mendorong peningkatan literasi bagi masyarakat di era digital saat ini.
Menurut Ris Andy, sudah banyak terjadi disrupsi informasi dan kabar hoaks yang menyebabkan kesalahpahaman. Bahkan, tak sekadar menyerang kontestan, lembaga penyelenggara pun tak luput dari terpaan isu menyesatkan.
“Di Pemilu 2019 lalu, mulai Agustus sampai Desember ada 62 konten hoaks,” kata dia.
Suatu kabar bohong, lanjutnya, jika diinformasikan berulang-ulang bisa jadi dianggap oleh publik menjadi suatu kebenaran. Karenanya, logika dan rasa perlu dipakai, agar tak terbawa perasaan oleh setiap kabar yang belum jelas. Terpenting pula, tidak larut ikut menyebarkan.
Sementara, dalam pertemuan penggiat media sosial yang diselenggarakan di Caffe Grenjengen, Desa Jlegong Kecamatan Keling, Sabtu (6/5/2023), Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Jepara menyampaikan, intensitas kehadiran berita bohong semakin tinggi menjelang pemilihan umum. Karenanya, imunitas atau daya tahan masyarakat terhadap hoaks itu sendiri, mau tidak mau harus ditingkatkan.
“Usaha untuk mengatasi persoalan ini dikembalikan kepada masing-masing individu. Artinya, harus ada usaha mencerdaskan diri sendiri,” ungkap Arif.
Dikatakan, ancaman pesta demokrasi salah satunya adalah ancaman hoaks. Yang sering diterima menjelang Pemilu, paling banyak mengarah pada kegiatan sosial politik Pilkada sebesar 91,8 persen. Kemudian SARA 87,6 persen, kesehatan 41,2 persen.
Penyebaran hoaks paling banyak melalui media sosial. Untuk itu, sebagai pengguna medsos harus lebih bijak menyikapinya.