JATENG MEMANGGIL – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr R Soetijono Blora segera merealisasikan pembangunan Sentral Stroke, Pavilion dan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Peningkatan layanan fasilitas itu bisa dipercepat karena RSUD Blora pengelolaan anggarannya dengan model Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Menurut Direktur RSUD Blora dr Puji Basuki, model penganggaran dengan sistem BLUD, memungkinkan fleksibilitas keuangan ada kelonggaran. Karena pengelola, dalam hal ini manajemen rumah sakit, telah diberi wewenang untuk mengelola dari pendapatan langsung tanpa disetorkan ke kas daerah.
“Memang lebih fleksibel,” ujar dr Puji, panggilannya pada wartawan, Kamis (23/02/2023).
Jadi, lanjutnya, dimungkinkan RSUD Blora bisa memenuhi kebutuhan langsung untuk mengelola. Baik itu dari sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM), ataupun secara lebih cepat dari pada jika tidak memakai model BLUD.
“Lebih mandiri dan relatif lebih cepat,” ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut dr Puji, untuk pembangunan Sentra Pavilion yang nanti akan memanfaatkan gedung milik eks Poltekkes Semarang berlokasi di Blora dan kini dihibahkan ke RSUD Blora. Pelaksanaan pembangunan yang diproyeksikan tahun 2023 ini, juga menggunakan model BLUD.
Kini yang telah dipersiapkan, seperti pembuatan berita acara aset Sentral Pavilion. Kemudian penghitungan besaran anggaran dari mulai kebutuhan alat medis, perawat, bidan, tenaga IT, hingga dokter umum, dokter spesial yang sudah ada.
Serta, kelengkapan sarana dan prasarana penunjang Sentral Pavilion yang kemungkinan baru pertama kali ada di Blora. Selain itu, ada juga Sentral Stroke (ruangan dan fasilitas yang digunakan pasca-pasien menderita stroke).
Kelengkapan fasilitas ini juga diproyeksikan dibangun tahun 2023 ini. Selanjutnya, pembenahan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diproyeksikan untuk penambahan kamar kelas 3.
“Jadi tiga prioritas tambahan fasilitas dengan penganggaran lewat BLUD, yaitu Sentral Pavilion, Sentral Stroke dan penambahan KRIS. Kita berharap sudah kelar alam satu-dua tahun ini,” tegas dr Puji.
Model BLUD dan Fleksibilitas Anggaran
Menurut dr Puji, penggunaan anggaran lewat BLUD, untuk sementara sistemnya lebih mudah. Misalnya untuk model penganggaran masih mengikuti alur keuangan daerah yang disahkan lewat Peraturan Daerah.
Hanya saja sumber keuangan dari BLUD tapi pengesahannya tetap dari Perda. Yaitu melalui DPRD, melalui tim dan kemudian diajukan lewat bupati.
“Itu mekanisme,” tegasnya.
Meski pengelolaan anggaran lebih mudah, tapi sistem BLUD ini ditunjuk Dewan Pengawas berjumlah 3 orang meliputi satu orang ketua dan dua orang anggota. Unsurnya, yaitu dari OPD dalam hal ini satu orang dari Dinas Kesehatan, satu orang dari Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD), serta satu orang dari unsur profesional.
Dasar dari Dewan Pengawas itu sesuai Permendagri Nomor 79 tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah. Selanjutnya dikuatkan dengan Peraturan Bupati tentang tata kelola bahwa untuk rumah sakit aset.
“Jadi dasar pembentukan Dewan Pengawas itu ada dasar hukumna,” tandasnya.
Detailnya, lanjut dr Puji menjelaskan, untuk rumah sakit dengan aset pendapatan di bawah Rp 100 miliar itu dalam satu tahun. Sedangkan aset RSUD Blora sekarang ini masih di bawah Rp 50 miliar dalam satu tahun. Tetapi apabila nanti dalam dua tahun berturut-turut melebihi dari Rp 100 miliar, maka dibutuhkan 5 anggota dewan pengawas.
Untuk Dewan Pengawas lama, telah berakhir Desember 2022 dan pihak RSUD Blora sudah mengusulkan Dewan Pengawas yang baru dan juga diusulkan oleh OPD.
“Memang secara aturan, BLUD itu lebih enak untuk investasi. Misalnya untuk pembangunan gedung, SDM atau juga kendaraan. Tinggal sekarang bagaimana kita mampu menggenjot dalam hal ini pendapatan untuk menunjang sustenabilitas rumah sakit,” imbuhnya.