Jeritan Kenestapaan Upah Dosen

Advertisement

JATENG MEMANGGIL – Nampaknya, sekarang ini menjadi dosen bukanlah menjadi profesi yang di dambakan bagi orang yang memenuhi syarat, tentunya jikalau ini benar terjadi, maka Indonesia akan mengalami krisis akademisi (intelektual) masa depan.

Hal itu disampaikan oleh salah seorang dosen yang saat ini masih aktif berprofesi sebagai dosen di salah satu Universitas yang ada di Indonesia, Nur Kholik, saat ditemui di kantornya, Minggu (14/05/2023).

Kholik mengatakan, jika memotret regulasi kebijakan silih-berganti, dosen menjadi obyek kebijakan dan merugikannya karena intinya adalah “penundukan dosen”. Misalnya kebijakan terakhir “meresahkan” adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang jabatan fungsional dan angka kredit.

Alasannya, beban kerja dosen harus ditambah supaya terintegrasi dengan organisasi. Pertanyaan; apakah dosen selama ini tidak bekerja untuk organisasi? Kalau tidak, lalu untuk siapa?

Menurut Kholik, tugas utama dosen, hari ini adalah melakukan kegiatan administratif pemerintahan. Ia wajib melaporkan kegiatannya setiap semester, dilampiri bukti dokumen, diunggah dalam aplikasi yang disediakan pemerintah, dan aplikasinya pun berganti-ganti. Pemenuhan capaian kuantitatif semata itu akan menentukan apakah tunjangan dosen tetap dibayar atau dihentikan.

Keterangan: Ilustrasi dosen usai lulus melanjutkan pendidikan di jenjang pendidikannya yang lebih tinggi (Nur Kholid/Jateng Memanggil)

“Menjadikan seorang dosen (manusia birokrasi) tak ubahnya menempatkan posisi dosen sebagai buruh. Secara filosofis, universitas adalah gerakan moral atau lembaga khusus yang tugasnya memproduksi ilmu pengetahuan, sehingga tidak bisa disama ratakan dengan lembaga politik ataupun bisnis korporasi, dan harus terbebas dari kepentingan kekuasaan dan uang,” katanya.

Menurut dia, menjadikan dosen, buruh, dengan berbagai kebijakan sungguh merendahkan martabat dosen. Bahkan, tak dielakkan ada universitas yang mewajibkan absen finger print, membrogol dosen agar selalu ditempat.

Pertanyaanya, apakah mereka tidak paham, bahwa dosen bekerja tidak seperti pekerja kantor biasa, yang bisa beristirahat begitu sampai di rumah? Ingat, para dosen bekerja terus dan berpikir sepanjang 24 jam tentang bagaimana persiapan kuliah, penelitian, publikasi dan mengembangkan kebudayaan tidak sebatas seni, tetapi esensinya yaitu sistem berpikir, sistem berpengetahuan agar manusia bisa bertahan menghadapi lingkungan alam, berelasi dengan manusia lain yang tak bisa dilepaskan dari keilmuan.

Indonesia khususnya, terdapat sekitar 300 ribu dosen yang tersebar di sekitar 4.600 perguruan tinggi dengan bermacam-macam status kepegawaian dan ikatan kerja. Dinamisasi keberagaman kerap kali menyebabkan ketidakjelasan mengenai standar pengupahan mereka.

Sumber: Sumber : Tim JFD Kopertis 3.

Lebih ekstrimnya lagi, tanpa regulasi atau rujukan yang jelas, dosen berada dalam posisi rawan untuk digaji di bawah standar upah minimum masing-masing daerah.

Ketika merujuk hasil survey nasional yang diluncurkan secara daring pada April 2023. yang dilakukan oleh para akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram). Di ikuti sekitar 1.200 partisipan dosen aktif tidak sedang tugas atau izin belajar lanjut, dimana sangat mengejutkan public bahwa Upah dosen jauh dari kata layak.

Secara umum, dosen menerima pendapatan relatif tetap dari institusinya. Terdiri dari gaji pokok, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan beragam jenis honor (seperti honor mengajar, membimbing, praktikum dan sebagainya). Dosen memiliki jabatan di universitas, juga mendapatkan tambahan dari tunjangan jabatan struktural. Mengejutkan sebanyak 42,9% dosen menerima pendapatan tetap di bawah Rp 3 juta per bulan.

Luar itu, sebagian dosen menerima pendapatan variabel (tidak tentu) seperti honor narasumber, insentif publikasi, dan honor insidental lainnya. Lebih dari setengah partisipan (53,6%), jumlah pendapatan tidak tentu ini masih di bawah Rp 1 juta per bulan. Sebagai catatan, rata-rata upah minimum provinsi (UMP) di Indonesia berkisar pada angka Rp 2.910.632 pada 2023.

Keterangan: Source: Tim riset kesejahteraan dosen (UGM,UI, Unram, 2023).

Ketika merujuk Organisasi Perburuhan Dunia (ILO), pendapatan “layak” memenuhi tak hanya upah minimum, akan tetapi juga keamanan sosial. Selain biaya kebutuhan dasar seperti pangan dan hunian, juga berarti menghitung pengeluaran penting lain seperti; kesehatan, pendidikan anak, dan ongkos partisipasi kehidupan sosial masyarakat.

Keamanan sosial juga harus mempertimbangkan dana darurat ketika menghadapi potensi kehilangan pekerjaan dan risiko kecelakaan. Tentu, upaya menghadapi kondisi ini, dosen di banyak Negara misalnya Inggris, Australia, dan Amerika Serikat (AS) kini mulai bergerak lewat wadah serikat pekerja untuk memperjuangkan hak-hak akademisi bersama elemen kampus lainnya.

Sehingga ini bias menjadi pertmbangan para akademisi Indonesia untuk membentuk wadah serupa demi mengadvokasi sejumlah isu kesejahteraan yang dihadapi, termasuk mengkalkulasi upah kelayakan yang sepatutnya mereka terima sesuai beban kerja dan kebutuhan hidupnya.

Esai dan temuan hasil riset ini mestinya tak hanya sekadar menjadi kekosongan data dan meluruskan persepsi tentang dosen yang kerap dianggap makmur. Faktanya dunia kampus telah gagal memberikan gaji layak, sedangkan biaya kuliah semakin dirasakan mencekik oleh masyarakat.

“Tentunya hal ini juga akan memengaruhi pengembangan budaya ilmiah dan riset di perguruan tinggi. Sepatutnya ini menjadi momentum perbaikan kesejahteraan pengajar di perguruan tinggi. Dosen merupakan profesi sangat menentukan kualitas pendidikan dan riset Indonesia, sekaligus kelompok yang rentan serta memerlukan dukungan dan perlindungan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *