JATENGMEMANGGIL.CO- Menjelang Pilpres tahun 2024 mendatang, warga Sedulur Sikep di Kabupaten Pati Jawa Tengah mengedepankan sikap kehati-hatian dan tidak ingin dibohongi lagi. Siapapun calon presiden (Capres) Indonesia yang terpilih nanti, warga Sedulur Sikep tetap kritis menolak kehadiran pabrik semen dan pertambangan di Pegunungan Kendeng Utara.
Warga Sedulur Sikep Pati yang juga tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) melihat dari tiga Capres yang ada saat ini, masih belum ada yang menunjukkan kepedulian dengan lingkungan khususnya terkait polemik yang ada di Pegunungan Kendeng.
“Memang banyak desakan dari berbagai pihak, agar JMPPK membuat kontrak politik dan disodorkan kepada para Capres. Yakni terkait kebijakan penolakan pertambangan dan penolakan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng Utara,” ujar Gunretno selaku koordinator JMPPK yang juga tokoh warga Sedulur Sikep Pati, Sabtu (8/7/2023).
Gunretno mengakui, selama ini JMPPK sangat kecewa. Sebab merasa dibohongi dengan penerbitan izin penambangan baru kepada pihak PT Semen Indonesia di Rembang. Surat izin itu diterbitkan Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah pada 9 November 2016. Hal ini terjadi, setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) warga Kendeng atas pembatalan izin lingkungan PT Semen Indonesia.
Tentu saja kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah itu, sangat mengecewakan warga Kendeng. Apalagi, selama ini Ganjar Pranowo selalu meminta warga untuk taat hukum.
Gunretno mewakili para petani di Kabupaten Pati, Rembang dan Blora mempertanyakan niat baik Ganjar Pranowo dan keberpihakannya kepada rakyat.
Padahal dalam pertemuan JMPPK dengan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2016 silam, menghasilkan kesepakatan untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) di sekitar Pegunungan Kendeng Utara. Yakni meliputi Kabupaten Rembang, Grobogan, Pati, Blora, Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.
Namun warga Kendeng Utara belum bisa bernapas lega. Meski telah dilaksanakan sesuai arahan Presiden Jokowi, namun hingga saat ini KLHS tidak diimplementasikan dengan baik. Karena masih adanya perizinan menambang dikawasan Pegunungan Kendeng Utara.
Gunretno menegaskan, KLHS merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengabaian tersebut, imbuh Gunretno, berakibat pada tetap beroperasinya tambang dan pabrik semen yang dianggap merusak lingkungan di Pegunungan Kendeng.
“Sangat kaget dan kecewa, sebab tiba-tiba ada izin penambangan baru. Kami merasa dipermainkan dan dibohongi oleh Ganjar Pranowo. Padahal dulu kami sangat mendukung Ganjar agar terpilih sebagai gubernur. Namun faktanya, Ganjar lupa atas komitmennya untuk peduli Kendeng,” terang Gunretno.
Tak ingin dibohongi dan dikecewakan lagi, kini Gunretno menantang tiga Capres untuk berani membuat kontrak politik tertulis. Isinya terkait kepedulian lingkungan, khususnya kelestarian Kendeng Utara.
Untuk mewujudkan kontrak politik itu, kini para aktifis JMPPK dan Sedulur Sikep Pati mulai bergerak masiv. “Terkait sikap tolak pabrik semen di Pegunungan Kendeng Utara, itu sudah harga mati bagi kami dan tidak bisa ditawar lagi,” pungkasnya.(*)